Sisi News

Sisi News – Dalam sebulan terakhir, mata uang Rupiah terus mengalami pelemahan terhadap mata uang Dolar Amerika Serikat. USD/IDR pada perdagangan hari Senin (16/10/2023) berada di level sekitar Rp15.720, sebagaimana dikutip dari Investing.

Hal ini tentu membuat para pelaku pasar khususnya investor forex harus jeli dalam melihat situasi pasar. Secara makro ekonomi, penguatan mata uang USD, akan membuat barang-barang impor menjadi lebih mahal.

Di sisi lain, pelaku ekspor akan sangat diuntungkan dari selisih margin harga barang terhadap nilai tukar. Dengan itu, masyarakat harus bersiap-siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi, salah satunya soal resesi.

Isu Resesi Kembali Mencuat

Pasca Covid-19, perekonomian dunia serentak mengalami perlambatan. Bahkan negara maju seperti Inggris, sempat mengalami inflasi hingga 10% pada tahun 2022.

Organisasi keuangan dunia seperti World Bank sempat merilis kemungkinan yang akan terjadi pada tahun 2023. Presiden World Bank David Malpass mengatakan bahwa GDP dunia akan mengalami perlambatan menjadi 0,4% yang akan menyebabkan dunia resesi.

“Pertumbuhan ekonomi dunia akan mengalami perlambatan, beberapa negara akan jatuh kepada jurang resesi. Hal itu akan berdampak besar bagi negara-negara berkembang,” ujar David dalam rilis World Bank bulan September 2022.

Setelah memasuki tahun 2023, isu resesi yang sempat menguat perlahan menghilang. Hal itu dikarenakan, sebagian negara-negara di dunia termasuk Indonesia mengalami percepatan pemulihan ekonomi.

Di Indonesia sendiri, terjadi pertumbuhan ekonomi di kuartal II tahun 2023 sebesar 5,17%. Selain itu, inflasi pun dapat terjaga di bawah 3%.

Namun, seiring berjalannya waktu, tampaknya isu resesi bukan hanya ‘isapan jempol’ belaka. Karena USD semakin menguat setiap harinya.

Belum ditambah adanya konflik berkepanjangan antara Palestina dengan Israel yang kembali terjadi. Kondisi tersebut dapat membuat harga minyak dunia akan kembali berada di atas US$100 per barel.