Sisi News

Sisi News – Melalui Peraturan Nomor II-X tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus, Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi mengeluarkan peraturan tentang full call auction pada hari Senin (25/03/2024).

Peraturan full call auction menuai pro dan kontra di kalangan investor. Hal itu dikarenakan, sistem perdagangan emiten yang masuk dalam Papan Pemantauan Khusus akan berbeda dengan saham-saham yang lain.

Nantinya sistem perdagangan full call auction terbagi menjadi dua, yaitu secara Continuous Auction dan Periodic Call Auction. Dalam sistem Continous Auction, JATS (Jakarta Automated Trading System) akan melakukan Auto Rejection apabila harga penawaran jual atau permintaan beli saham yang dimasukan ke JATS lebih dari 10% diatas atau di bawah acuan Harga.

Sedangkan Periodic Call Auction, memiliki batasan harga terendah atas Efek Bersifat Ekuitas yang dimasukkan ke JATS untuk diperdagangkan di Pasar Reguler Periodic Call Auction, Pasar Tunai Periodic Call Auction dan Pasar
Negosiasi adalah Rp 1,00.

JATS akan melakukan Auto Rejection pada Pasar Reguler Periodic Call Auction dan Pasar Tunai Periodic Call Auction, apabila harga yang dimasukkan ke JATS:
(1) lebih rendah dari batasan harga terendah sebagaimana dimaksud dalam angka i di atas;
(2) lebih dari Rp1,00 di atas atau di bawah acuan harga untuk saham dengan rentang harga Rp1,00 sampai dengan Rp10,00;
(3) lebih dari 10% di atas atau di bawah acuan harga untuk saham dengan harga di atas Rp 10,00.

Kemudian yang membuat investor geram, bahkan sampai membuat petisi di Change.org ialah soal pembentukan harga. Di mana dalam sistem Periodic Call Auction, investor tidak bisa melihat jumlah bid maupun ask saham yang masuk dalam Pantauan Khusus.

Namun, di sisi lain dengan adanya sistem Full Call Auction, BEI berharap harga saham atau efek dalam Pantauan Khusus memiliki fair price yang bergerak sesuai dengan menghitung dari jumlah order yang masuk.