Sisi News

Sisi News – Demam Berdarah (DBD) merupakan salah satu penyakit yang memiliki kasus pasien terbanyak. Bahkan data dari Universitas Airlangga tahun 2020 menyebutkan bahwa, saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia, terdapat juga pasien yang terinfeksi DBD sebanyak 68.753 kasus.

DBD menjadi salah satu penyakit endemik yang sudah ada lama di Indonesia. Setiap tahunnya, belum adanya tanda-tanda penurunan pasien yang terinfeksi penyakit dengue tersebut.

Walapun DBD sudah dikategorikan sebagai penyakit endemik, tentu hal tersebut tidak boleh di pandang sebelah mata. Apalagi, banyak penderita DBD yang usianya masih anak-anak.

Penderita Demam Berdarah

Menurut WHO, seseorang yang terkena Demam Berdarah atau gigitan nyamuk yang terinfeksi, akan mengalami gejala seperti demam tinggi yang bisa mencapai 40 derajat, tubuh lemas, sakit kepala, pegal-pegal hingga ruam.

Setiap dokter yang menemukan gejala tersebut pada pasien, biasanya akan merekomendasikan pasien untuk segera tes darah. Hal itu untuk mengkonfirmasi penyakit DBD yang dapat terlihat dari hasil trombosit.

Biasanya, kadar trombosit normal (dewasa) berkisar antara 150-440. Jika hasilnya dibawah kadar tersebut, dokter akan menghubungkan gejala pasien dengan DBD.

Pasien DBD Perlu Dirawat?

Tentu setiap dokter spesialis memiliki penanganan tersendiri terhadap penderita DBD. Menurut dr. Roro Rahayu Sp.PD (Spesialis Penyakit Dalam RS Haji Jakarta) tidak semua penderita DBD harus dirawat.

“Gak semua yang kena DBD harus dirawat, kita liat dari kadar trombosit dan kondisi pasien. Kalo memungkinkan untuk bed rest di rumah, sebaiknya di rumah saja. Namun, tetap harus diberikan antibiotik,” jelas dr Rahayu.

Menurut dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, fokus penanganan dan penyembuhan pada penderita DBD adalah imun dari pasien itu sendiri.

“Untuk naikin trombosit sebenarnya gak ada obat yang pasti, fokus kita adalah tubuh pasien supaya cepat pulih, dengan bed rest dan perbanyak minum air putih, dan lingkungan yang bersih,” tambah dr Rahayu.